Pages

Rabu, Januari 20, 2010

Awas Lalat...!!!


Kehadiran lalat memang cukup merepotkan bagi kehidupan manusia, baik dari segi etis maupun kesehatan. Dari segi etis, lalat bisa menjadi simbol bagi lingkungan kotor dan kumuh, dan dari segi kesehatan, berdasarkan penelitian para ahli, lalat berfungsi sebagai mediator perkembangbiakan beberapa kuman penyakit menular.

Karena itu, fenomena munculnya lalat yang berkeliaran di rumah-rumah penduduk tentu sangat mengganggu kenyamanan hidup, terutama di musim buah dan musim penghujan di mana lalat akan muncul lebih banyak. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan makin memperbesar peluang munculnya beberapa penyakit yang disebarkan wabahnya oleh lalat. Hal itu tentu mengancam diri mereka sendiri juga penduduk sekitarnya. Salah satu bukti, fakta menggunungnya sampah di TPS (tempat pembuangan sampah), bahkan di tempat-tempat yang tidak layak untuk pembuangan sampah yang kurang mendapat perhatian khusus dari masyarakat setempat. Bila hal ini tidak segera diatasi, bisa jadi ia akan menjadi sarang beribu-ribu lalat yang akan ”menyuplai” berbagai bibit penyakit kepada penduduk, terutama penduduk di sekitar TPS.

Mengenal Lalat

Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak dengan mempergunakan sayap (terbang). Hanya sesekali saja bergerak dengan kakinya. Karena itu tidak heran jika daerah jelajahnya cukup luas. Lalat merupakan salah satu ordo Diptera yaitu serangga yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000−100.000 spesies lalat. Namun tidak semua spesies ini perlu diawasi, karena beberapa di antaranya tidak berbahaya bagi manusia ditinjau dari segi kesehatan.

Waspada terhadap lalat rumah

Salah satu spesies lalat yang perlu diawasi adalah lalat rumah (Musca domestica). Umumnya, umur lalat rumah berkisar antara 1−2 bulan, tapi ada juga yang 6 bulan sampai 1 tahun. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya). Penyakit yang biasanya menjadi langganan penularan lalat rumah ini di antaranya kolera, diare, disentri, tifus, dan virus penyakit saluran pencernaan. Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat rumah. Sampah basah hasil buangan rumah tangga merupakan tempat yang disukai lalat rumah untuk mencari makanan sekaligus tempat berkembang biak.

Habitat Lalat

Lalat memiliki habitat yang berbeda antara tahap pradewasa dengan tahap dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian), misalnya sampah organik dan basah. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, hanya daerah jelajahnya yang luas. Sehingga dapat memasuki rumah atau tempat manusia beraktivitas. Kedua perbedaan habitat ini menyebabkan kehidupan tahap pradewasa tidak bersaing dengan kehidupan tahap dewasa. Karena tanpa persaingan, maka lalat dapat berkembang dengan optimal.

Tahap pradewasa lalat lebih banyak mengganggu dibandingkan nyamuk. Karena itu manusia lebih menghindari larva lalat daripada nyamuk, meski keduanya tidak dikehendaki. Dari sudut pandang positif, larva lalat sebenarnya diperlukan oleh alam karena bersifat sebagai dekomposer (pengurai). Suhu lingkungan, kelembaban udara dan curah hujan adalah komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam. Siklus hidup serangga, khususnya lalat, sangat dipengaruhi oleh cuaca. Kendati lalat lebih banyak hidup di daerah pemukiman, tahap hidup pradewasa lebih banyak hidup bebas di alam. Larva lalat amat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang, dan curah hujan yang berlebihan.

Dengan demikian, kita harus cermat menghadapi dampak cuaca/musim terhadap perkembangan lalat. Pengendalian tanpa meneliti pengaruh musim akan membawa dampak negatif terhadap pengendalian itu sendiri, paling tidak mengurangi efisiensi pengendalian.

Pengendalian Lalat Harus Cermat

Bila kita akan melakukan pengendalian, kita harus cermat dan jangan asal basmi saja. Kita harus menganalisa terlebih dulu sumber serangga tersebut, bagaimana populasi serangga tersebut meningkat, bagaimana derajat gangguannya pada individu dan komunitas, peran serangga terhadap penularan penyakit bakterial dan viral. Dalam dinamika populasi, keberadaan dan besarnya populasi ditentukan oleh faktor fisik berupa cuaca/ iklim, habitat dan ekosistem, keberadaan inang, dan faktor biotik (pakan dan musuh alami).

Dengan demikian, dalam pengendalian, sebelum menentukan metode mana yang akan kita anut, perlu pertimbangan matang dalam analisa gangguan. Sebagai contoh, kita akan membuang waktu, tenaga dan dana dalam pengendalian serangga pengganggu, bila asal/tempat perindukan tidak kita ketahui. Kecuali dalam suatu komunitas yang masalahnya sudah sangat berkaitan dan parah, tindakan yang mudah dan praktis harus kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan yang terbatas dahulu.

Metode Pengendalian Nonkimiawi

Metode ini dikenal sebagai metode yang ramah lingkungan, dan bilamana analisanya benar, akan lebih mengenai sasaran dan mempunyai berbagai dampak positif, misalnya populasi serangga menurun serta peningkatan mutu lingkungan.

Langkah- langkahnya yaitu:
(1) Dengan cara pemulihan lingkungan berupa meningkatkan mutu sanitasi, yaitu dengan cara mengatasi kelemahan dalam pembuangan sampah, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih dan penataan hunian yang sehat. Usaha ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sarang-sarang lalat.

(2) Penggunaan bahan fisik: penggunaan bahan fisik dipergunakan untuk mencegah kontak dengan lalat. Misalnya dengan cara mengatur tata letak dan rancang bangun rumah tinggal agar tidak mudah lalat masuk ke dalam. Penggunaan air curtain. Alat ini sering harus dipasang di tempat umum, misalnya pertokoan, rumah makan, pada pintu masuk. Alat ini mengembus udara yang cukup keras sehingga lalat enggan masuk ke dalam bangunan.

Metode Pengendalian Kimiawi

Yaitu metode pengendalian lalat menggunakan bahan kimiawi, yakni dengan cara:
(1) menghilangkan tempat perindukan, seperti penggunaan insektisida pada tempat perindukan berupa serbuk tabur untuk tempat perindukan lalat, atau pakan unggas yang telah diperkaya dengan insektisida. Dengan harapan tinja masih mengandung insektisida untuk membunuh larva. (

2) menggunakan racun serangga. Racun serangga dapat dibedakan berdasarkan tempat masuknya.
a) Stomach poison (racun perut). Insektisida jenis ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui mulut atau termakan. Biasanya insektisida ini digunakan untuk serangga yang mempunyai alat mulut menggigit, lekat isap dan bentuk penghisap.

(b) Contact poison (racun kontak). Insektisida jenis ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel alat pernapasan atau melalui integumen ke dalam darah. Pada umumnya insektisida jenis ini digunakan untuk serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.

(c) Fumigans (racun pernapasan). Insektisida jenis ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernapasan berupa spirakel yang terdapat di permukaan tubuh, biasanya insektisida jenis ini digunakan untuk serangga yang tidak tergantung pada bentuk mulutnya.

(http://almawaddah.or.id/component/content/article/28?joscclean=1&comment_id=18;drh. Sarmin, MP dan Dr. Fitri Rachmayanti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar